Kemah.id - Pada awal bulan Oktober 2024, insiden menyedihkan menimpa seorang pendaki di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Pendaki ini ditemukan dalam kondisi hipotermia dan kelaparan setelah ditinggal oleh rombongannya di tengah perjalanan menuju puncak. Gunung Bawakaraeng, dengan ketinggian sekitar 2.700 meter, adalah salah satu gunung favorit di Sulawesi Selatan. Namun, kondisi cuaca ekstrem dan ketidaksiapan fisik sering kali menjadi tantangan berat bagi pendaki yang kurang berpengalaman atau terpisah dari kelompoknya.
Kronologi kejadian ini dimulai ketika korban, seorang pendaki remaja laki-laki, bergabung dengan sekelompok pendaki lainnya untuk menuju puncak. Di tengah perjalanan, korban tertinggal jauh di belakang tanpa perlengkapan yang cukup, sehingga mulai merasakan efek cuaca dingin yang menggigit. Tanpa makanan atau air, kondisinya mulai memburuk, dan suhu tubuhnya perlahan-lahan turun ke level yang mengancam nyawa. Hipotermia terjadi saat tubuh tidak mampu mempertahankan suhu internal akibat kehilangan panas yang terlalu cepat, sering kali disebabkan oleh cuaca dingin yang ekstrem atau pakaian yang tidak memadai.
Pendaki gunung bawakaraeng hipotermia, kelaparan usai ditinggal rombongan ini berhasil ditemukan oleh tim SAR setelah pencarian intensif yang berlangsung selama 12 jam. Dalam kondisi kritis, pendaki tersebut segera diberikan perawatan darurat dan dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Pendaki Akram (17) Selamat Usai Alami Hipotermia |
Apa Itu Hipotermia dan Bagaimana Pencegahannya?
Hipotermia adalah kondisi berbahaya di mana suhu tubuh seseorang turun di bawah tingkat normal akibat paparan suhu dingin yang berlebihan. Ini sering dialami oleh pendaki yang tidak mempersiapkan diri dengan baik, terutama di gunung dengan cuaca yang berubah-ubah. Dalam kasus di Gunung Bawakaraeng, pendaki remaja ini kehilangan panas tubuh lebih cepat karena tidak membawa jaket hangat dan perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk mendaki di ketinggian.
Beberapa tanda awal hipotermia termasuk menggigil berlebihan, kulit pucat, rasa lelah ekstrem, dan kebingungan mental. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini dapat berkembang menjadi lebih parah, menyebabkan tubuh kehilangan kendali motorik, denyut nadi melemah, hingga menyebabkan kematian.
Untuk mencegah terjadinya hipotermia saat mendaki gunung seperti di Gunung Bawakaraeng, ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan:
Persiapan yang Matang: Pastikan selalu membawa pakaian yang sesuai dengan cuaca gunung. Gunakan pakaian berlapis dengan jaket yang mampu menahan angin dan air, serta pakaian dalam termal yang dapat mempertahankan panas tubuh.
Perlengkapan Perbekalan yang Cukup: Bawalah makanan yang kaya akan energi dan kalori, seperti cokelat, kacang-kacangan, dan minuman hangat. Makanan ini akan membantu tubuh menghasilkan panas secara alami.
Selalu Tetap Bersama Rombongan: Jangan pernah meninggalkan anggota tim atau bergerak sendirian, terutama di medan yang berat dan cuaca yang buruk. Komunikasi yang baik antara anggota tim adalah kunci keselamatan dalam pendakian.
Upaya Penyelamatan di Gunung Bawakaraeng
Operasi penyelamatan pendaki ini melibatkan tim SAR lokal yang berpengalaman dalam menghadapi kondisi medan pegunungan yang sulit. Setelah menerima laporan bahwa salah satu pendaki hilang, tim segera melakukan pencarian di rute pendakian standar. Mengingat situasi yang mendesak dan cuaca yang semakin memburuk, mereka menggunakan peralatan GPS untuk melacak koordinat lokasi terakhir korban.
Setelah pencarian selama berjam-jam, korban ditemukan dalam kondisi hampir tidak sadarkan diri. Menurut laporan dari Basarnas, mereka menemukan korban dengan tanda-tanda hipotermia berat, yaitu suhu tubuh yang sangat rendah, napas yang lemah, serta kesulitan berbicara dan bergerak. Kepala Tim Penyelamat, Andi Syamsul, menyebutkan bahwa korban berada dalam situasi berbahaya jika tidak segera ditemukan. Kecepatan respon tim penyelamat dalam menangani insiden ini menjadi faktor kunci dalam menyelamatkan nyawa pendaki tersebut.
Pentingnya Memahami Risiko Mendaki Gunung
Mendaki gunung seperti Gunung Bawakaraeng memang menyuguhkan keindahan alam yang luar biasa, tetapi risiko yang ada juga tidak bisa dianggap remeh. Banyak pendaki yang mungkin meremehkan tantangan fisik dan mental yang dibutuhkan dalam mendaki gunung tinggi, terutama ketika harus menghadapi cuaca yang bisa berubah drastis dalam hitungan jam.
Dalam kasus pendaki yang mengalami hipotermia dan kelaparan ini, insiden tersebut seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pendaki untuk selalu mempersiapkan diri dengan baik. Gunung Bawakaraeng, yang terkenal dengan jalur pendakiannya yang menantang, sering kali dihadapkan pada cuaca ekstrem dan angin dingin yang menusuk.
Sebelum melakukan pendakian, pendaki sebaiknya melakukan persiapan yang matang, baik dari segi fisik maupun mental. Selain itu, memahami etika mendaki juga sangat penting, termasuk tanggung jawab untuk tidak meninggalkan anggota kelompok di belakang tanpa memastikan keselamatan mereka.
Pengalaman dari Pendaki Lain di Gunung Bawakaraeng
Bukan hanya satu kali kasus hipotermia di Gunung Bawakaraeng terjadi. Gunung ini memang dikenal memiliki medan yang curam dengan cuaca yang sering kali sulit diprediksi. Beberapa pendaki yang pernah mendaki gunung ini berbagi pengalaman mereka terkait cuaca dingin yang ekstrem di malam hari, angin kencang di puncak, serta kabut tebal yang dapat mengganggu pandangan.
Seorang pendaki bernama Firman, yang melakukan pendakian ke Gunung Bawakaraeng pada tahun 2023, menceritakan bagaimana rombongannya menghadapi cuaca yang tidak menentu di ketinggian. Firman menekankan pentingnya perlengkapan memadai, terutama jaket tahan angin dan kantung tidur yang hangat. “Waktu itu, angin kencang di malam hari benar-benar membuat kami kedinginan, tapi untungnya kami sudah menyiapkan semua perlengkapan dengan baik,” ujarnya. Pengalaman Firman ini menunjukkan bahwa keberhasilan dalam pendakian gunung sangat ditentukan oleh persiapan yang matang.